Menjadi kenyataan akhirnya


WWW.JINPOKER.COM, - AGEN POKER dan DOMINO ONLINE TERPERCAYA

http://datajudipenipu.blogspot.com/


Aku bangun kesiangan. Kulirik jam dinding…ah… pukul 8 pagi…Suasana rumahku sepi. Tumben, pikirku. Segera aku meloncat bangun, mencari-cari istri dan anak-anakku..tidak ada…Ahh…baru kuingat, hari Minggu ini ada acara di sekolah anakku mulai jam 9 pagi. Pantas saja mereka sudah berangkat. Istriku sengaja tidak membangunkan aku untuk ikut ke sekolah anakku, karena malamnya aku pulang kantor hampir pukul 4 pagi.

Yah, beginilah nasib auditor kalo lagi dikejar tenggat laporan audit. Untung saja, ada anggota timku yang bisa mengurangi keteganganku. Ya, Agnes tentunya, yang semalam telah memberikan servis untukku. Baginya, bersetubuh dengan lelaki lain selain suaminya bukan hal yang tabu, karena dia sendiri juga tidak mempermasalahkan jika suaminya berkencan dengan wanita lain. Prinsip mereka, yang penting pasangan tidak melihat kejadian itu dengan mata kepala sendiri.

Aku tersenyum mengingat kejadian semalam. Sebenarnya jam 11 malam kami sepakat untuk pulang kantor, tapi ternyata aku dan Agnes sama-sama lagi horny. Akhirnya, terjadilah seperti yang sudah kuceritakan diatas. Tak terasa, aku mulai horny lagi. tongkolku pelan-pelan mengangguk-angguk dan mulai mengacung.
“Walah…repot bener nih, pikirku. “Lagi sendiri, eh ngaceng.” Kebetulan, di rumah tidak ada pembantu, karena istriku, Indah, lebih suka bersih-bersih rumah sendiri dibantu kedua anakku. “Biar anak-anak gak manja dan bisa belajar mandiri. Lagian, bisa menghemat pengeluaran,” kilah istriku. Aku setuju saja.

Kurebahkan tubuhku di sofa ruang tengah, setelah memutar DVD BF. Sengaja kusetel, biar hasratku cepet tuntas. Setelah kubuka celanaku, aku sekarang hanya pakai kaos, dan tidak pakai celana. Pelan-pelan kuurut dan kukocok tongkolku. Tampak dari ujung lubang tongkolku melelehkan cairan bening, tanda bahwa birahiku sudah memuncak. Aku pun teringat Tari, sahabat istriku. Kebetulan Tari berasal dari suku Chinese. Dia adalah sahabat istriku sejak dari SMP hingga lulus kuliah, dan sering juga main kerumahku. Kadang sendiri, kadang bersama keluarganya. Ya, aku memang sering berfantasi sedang menyetubuhi Tari. Tubuhnya mungil, setinggi Agnes, tapi lebih gendut. Yang kukagumi adalah kulitnya yang sangat-sangat-sangat putih mulus, seperti warna patung lilin. Dan pantatnya yang membulat indah, sering membuatku ngaceng kalo dia berkunjung.

Aku hanya bisa membayangkan seandainya tubuh mulus Tari bisa kujamah, pasti nikmat sekali. Fantasiku ini ternyata membuat tongkolku makin keras, merah padam dan cairan bening itu mengalir lagi dengan deras. Ah Tari…seandainya aku bisa menyentuhmu..dan kamu mau ngocokin tongkolku..begitu pikiranku saat itu.

Lagi enak-enak ngocok sambil nonton bokep dan membayangkan Tari, terdengar suara langkah sepatu dan seseorang memanggil-manggil istriku.
“Ndah…Indah…aku dateng,” seru suara itu…
Oh my gosh…itu suara Tari…mau ngapain dia kesini, pikirku. Kapan masuknya, kok gak kedengaran? Tari memang tidak pernah mengetuk pintu kalau ke rumahku, karena keluarga kami sudah sangat akrab dengan dia dan keluarganya.

Belum sempat aku berpikir dan bertindak untuk menyelamatkan diri, tau-tau Tari udah nongol di ruang tengah, dan…
“AAAHHH…ANDREEEEW…!!!!,”jeritnya. “Kamu lagi ngapain?”
“Aku…eh…anu…aku….ee…lagi…ini…,”aku tak bisa menjawa pertanyaannya. Gugup. Panik. Sal-ting. Semua bercampur jadi satu. Orang yang selama ini hanya ada dalam fantasiku, tiba-tiba muncul dihadapanku dan straight, langsung melihatku dalam keadaan telanjang, gak pake celana, Cuma kaos aja. Ngaceng pula.
“Kamu dateng ok gak ngabarin dulu sih?” aku protes.
“Udah, sana, pake celana dulu!” Pagi-pagi telanjang, nonton bf sendirian,lagi ngapain sih?”ucapnya sambil duduk di kursi didepanku.
“Yee…namanya juga lagi horny…ya udah mending colai sambil nonton bf. Lagian anak-anak sama mamanya lagi pergi ke sekolah. Ya udah, self service,”sahutku.
“Udah, Eddddy. Sana pake celana dulu. Kamu gak risih apa?”
“Ah, kepalang tanggung kamu dah liat? Ngapain juga dtitutupin? Telat donk,”kilahku.
“Dasar kamu ya. Ya, udah deh, aku pamit dulu. Salam aja buat istrimu. Sana, terusin lagi.” Tari beranjak dari duduknya, dan pamit pulang.
Buru-buru aku mencegahnya. “Tar ntar dulu lah…,”pintaku.
“Apaan sih, orang aku mau ngajak Indah jalan, dia nggak ada ya udah, aku mau jalan sendiri,”sahutnya.
“Bentar deh Tar. Tolongin aku, gak lama kok, paling sepuluh menit,”aku berusaha merayunya.
“Gila kamu ya!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!”Tari protes sambil melotot. “Kamu jangan macem-macem deh, Eddyyyy. Gak mungkin donk aku lakukan itu,”sergahnya.
“Tar,”sahutku tenang. “Aku gak minta kamu untuk melakukan hal itu. Enggak. Aku Cuma minta tolong, kamu duduk didepanku, sambil liatin aku colai.”
“Gimana?”
Tari tidak menjawab. Matanya menatapku tajam.
Sejurus kemudian..
“Ok, Tar  Aku janji gak ndeketin apalagi menyentuh kamu. Tapi, sebelum itu, kamu juga buka bajumu dong…pake BH sama CD aja deh, gak usah telanjang. Kan kamu dah liat punyaku, please?” aku merayunya dengan sedikit memelas sekaligus khawatir.
“Hm…fine deh. Aku bantuin deh…tapi bener ya, aku masih pake BH dan CDku dan kamu gak nyentuh aku ya. Janji lho,”katanya. “Tapi, tunggu. Aku mau tanya, kok kamu berani banget minta tolong begitu ke aku?”
”Yaaa…aku berani-beraniin…toh aku gak nyentuh kamu, Cuma liat doang. Lagian, kamu dah liat punyaku? Trus, aku lagi colai sambil liat BF…lha ada kamu, kenapa gak minta tolong aja, liat yang asli?”kilahku.
“Dasar kamu. Ya udah deh, aku buka baju di kamar dulu.”
“Gak usah, disini aja,”sahutku.

Perlahan, dibukanya kemejanya…dan…ah payudara itu menyembul keluar. Payudara yang terbungkus BH sexy berwarna merah…menambah kontras warna kulitnya yang sangat putih dan mulus. Aku menelan ludah karena hanya bisa membayangkan seperti apa isi BH merah itu. Seteah itu, diturunkannya zip celana jeansnya, dan dibukanya kancing celananya. Perlahan, diturunkannya jeansnya…sedikit ada keraguan di wajahnya. Tapi akhirnya, celana itu terlepas dari kaki yang dibungkusnya. Wow…aku terbelalak melihatnya. Paha itu sangat putih sekali. Lebih putih dari yang pernah aku bayangkan. Tak ada cacat, tak ada noda. Selangkangannya masih terbungkus celana dalam mini berbahan satin, sewarna dengan Bhnya. Sepertinya, itu adalah satu set BH dan CD.
“Nih, aku udah buka baju. Dah, kamu terusin lagi colinya. Aku duduk ya.”
Tari segera duduk, dan hendak menyilangkan kakinya. Buru-buru aku cegah.
“Duduknya jangan gitu dong…”
“Ih, kamu tuh ya…macem-macem banget. Emang aku musti gimana?”protes Tari. “Nungging, gitu?”
”Ya kalo kamu mau nungging, bagus banget,”sahutku.
“Sori ye…emang gue apaan,”cibirnya.
“Kamu duduk biasa aja, tapi kakimu di buka dikit, jadi aku bisa liat celana dalam sama selangkanganmu. Toh veggy kamu gak keliatan?”usulku.
“Iya…iya…ni anak rewel banget ya. Mau colai aja pake minta macem-macem,”Tari masih saja protes dengan permintaanku.
“Begini posisi yang kamu mau?”tanyanya sambil duduk dan membuka pahanya lebar-lebar.
“Yak sip.” Sahutku. “Aku lanjut ya colinya.”

Sambil memandangi tbuh Tari, aku terus mengocok tongkolku, tapi kulakukan dengan perlahan, karena aku nggak mau cepet-cepet ejakulasi. Sayang, kalau pemandangan langka ini berlalau terlalu cepat. Aku pun menceracau, tapi Tari tidak menanggapi omonganku.

“Oh…Tarrrrii.kamu kok mulus banget siiiihhh….”aku terus menceracau. Tari menatapku dan tersenyum.
“Susumu montok bangeeeettttt… pahamu sekel dan putiiiihhhh….hhhhh….bikin aku ngaceng, Liiiiiinnn……”
Tari terus saja menatapku dan kini bergantian, menatap wajahku dan sesekali melirik ke arah tongkolku yang terus saja ngacai alias mengeluarkan lendir dari ujung lobangnya.
“Pantatmu, Tarrrrrii….seandainya kau boleh megang….uuuuhhhhh….apalagi kena tongkolku….oouuufff…..pasti muncrat aku….,”aku merintih dan menceracau memuji keindahan tubuhnya. Sekaligus aku berharap, kata-kataku dapat membuatnya terangsang.

Tari masih tetap diam, dan tersenyum Matanya mulai sayu, dan dapat kulihat kalo nafasnya seperti orang yang sesak nafas. Kulirik ke arah celana dalamnya…oppsss….aku menangkap sinyal kalo ternyata Tari juga mulai ternagsang dengan aktivitasku. Karena celana dalamnya berbahan satin dan tipis, jelas sekali terlihat ada noda cairan di sekitar selangkannya. Duduknya pun mulai gelisah. Tangannya mulai meraba dadanya, dan tangan yang satunya turun meraba paha dan selangkangannya. Tapi Tari nampak ragu untuk melakukannya. Mungkin karena ia belum pernah melakukan ini dihadapan orang lain.

Kupejamkan mataku, agar Tari tau bahwa aku tidak memperhatikan aktivitasku. Dan benar saja…setelah beberapa saat, aku membuka sedikit mataku, kulihat tangan kiri Tari meremas payudaranya dan owww…BH sebelah kiri ternyata sudah diturunkan…
Astagaaa..!!! Puting itu merah sekali…tegak mengacung. Meski sudah melahirkan, dan memiliki satu anak, kuakui, payudara Tari lebih bagus dan kencang dibandingkan Agnes. Kulihat tangan kiri Tari memilin-milin putingnya, dan tangan kanannya ternyata telah menyusup ke dalam celana dalamnya.

“Sssshh….oofff….hhhhhh…..:” Kudengar suaranya mendesis seolah menahan kenikmatan. Aku kembali memejamkan mataku dan meneruskan kocokan pada tongkolku sambil menikmati rintihan-rintihan Tari.

Tiba-tiba aku merasa ada sesuatu yang hangat…basah…lembut…menerpa tongkol dan tanganku. Aku membuka mata dan terpekik. “Tar…kamu…,”leherku tercekat.
“Aku nggak tega liat kamu menderita, Edddddyy,”sahut Tari sambil membelai tongkolku dengan tangannya yang lembut.
My gosh…perlahan impin dan obsesiku menjadi kenyataan. tongkolku dibelai dan dikocok dengan tangan Tari yang putih mulus. Aku mendesis dan membelai rambut Tari. Kemudian secara spontan Tari menjilat tongkolku yang sudah bene-bener sewarna kepiting rebus dan sekeras kayu. Dan…hap…! Sebuah kejadian tak terduga tetapi sangat kunantikan…akhirnya tongkolku masuk ke mulutnya. Ya, tongkolku dihisap Tari. Sedikit lagi pasti aku memperoleh lebih dari sekedar cunilingis.
Tak tahan dengan perlakuan sepiha Tari, kutarik pinggulnya dan buru-buru kulepaskan Cdnya.
“Kamu mau ngapain, Eddy?” Tari protes sambil menghentikan hisapannya. Aku tidak menjawab, jariku sibuk mengusap dan meremas pantat putih nan montok, yang selama ini hanya menjadi khayalanku.
“Ohh..Tar…boleh ya aku megang pantat sama memiaw kamu?”pintaku.
“Terserah…yang penting kamu puas.”
Segera kuremas-remas pantat Tari yang montok. Ah, obsesiku tercapai…dulu aku hanya bisa berkhayal, sekarang, tubuh Tari terpampang dihadapanku.
Puas dengan pantatnya, kuarahkan jariku turun ke anus dan vaginanya. Tari merintih menahan rasa nikmat akibat usapan jariku.
“Achh…Tarrrrri…enak bangeeeeett….sssshhh…….”aku menceracau menikmati jilatan lidah dan hangatnya mulut Tari saat mengenyot tongkolku. Betul-betul menggairahkan melihat bibir dan lidahnya yang merah menyapu lembut kepala dan batang kelelakianku. Hingga akhirnya….
“Liiinn….bibir kamu lembut banget sayaaaannggg….aku…kach…aku…”
“Keluarin sayang…tongkol kamu udah berdenyut tuh….udah mau muncrat yaaa….”
“I…iiy…iiyyaaa….Liiiiinnnnnnnnn….Ouuuuufuffffff…..argggghhhhhhhhhh…..”
Tak dapat kutahan lagi. Bobol sudah pertahananku. Crottt…..crooottt….crooootttt…
Spermaku muncrat sejadi-jadinya di muka, bibir dan dada Tari. Tanganhalus Tari tak berhenti mengocok batang kejantananku, seolah ingin melahap habis cairan yang kumuntahkan
Ohhhh…….my dream come true….. Obsesiku tercapai…pagi ini aku muncratin pejuhku di bibir dan muka Tari.
“Tar…kamu gak geli sayang…? Bibir, muka sama dada kamu kenas permaku?”
Tari menggeleng dengan pandangan sayu. Tangannya masih tetap memainkan tongkolku yang sedikit melemas.
“Kamu baru pertam kali kan, mainin koto orang selain suami kamu?”
“Iya, Eddy. Tapi kok aku suka ya…terus terang, bau sperma kamu seger banget…kamu rajin maka buah sama sayur ya?” tanya Tari.
“Iya…kalo gak gitu, Indahmana mau nelen sperma aku.”
“Aihhh….” Tari terpekik. “Indah mau nelen sperma?”
Aku mengangguk. “Keapa Tar? Penasaran sama rasanya? Lha itu spremaku masih meleleh di muka sama dada kamu. Coba aja rasanya,”sahutku.
“Mmmm…ccppp…ssllrppp….” terdengar lidah dan bibir Tari mengecap spermaku. Dengan jarinya yang lentik, disapunya spermaku yang tumpah didada dan mukanya, kemudian dijilatnyajarinya smape bersih.Hmmm….akhirnya spermaku masuk kedalam tubuhnya…
“Iya, Eddy, sperma kamu kok enak ya. Aku gak ngerasa enek pas nelen sperma kamu…”
”Mau lagi….?”
“Ih…kamu tuch ya…masih kurang, Eddy?”
“Lha kan baru oral belum masuk ke meqi kamu, Tar.” Sahutku…”Tuh, liat…bangun lagi kan?”
“Dasar kamu ya….”
”Benerkamu gak mau spermaku ? Ya udah kalo gitu, aku mau bersih-bersih dulu.”ancamku sambil bangkit dari kursi.
“Mau sih…Cuma takut kalo Indah dateng…gimana donk….”Tari merajuk.
Perlahan kuhampiri Lida, kuminta dia duduk di sofa, sambil kedua kakiya diangkat mengangkang.
Kulihat meqinya yang licin karena cairan cintanya meleleh akibat perbuatan jariku.
“Hmmm…Tar…meqi kamu masih basah…kamu masih horny dong…”tanyaku.
“Udah, Eddy….cepetan deh…nanti istrimu keburu dateng…Lagian aku udah…Auuuwwww….!!!! Ohhh..Shhhhh…….”Tari memiawik saat lidahku menari diujung klitorisnya.
“Eddddyyy…kamu gilaaa yaaa…”bisiknya samil menjambak rambutku.
Kumainkan lidahku dikelentitnya yang udah membengkak. Jari ku menguak bibir vagina Tari yang semakin membengkak. Perlahan kumasukkan telunjukku, mencari G-spotnya.
Akibatnya luar biasa. Tari makin meronta dan merintih. Jambakannya makin kuat. Cairan birahinya makin membasahi lidah dan mulutku. Tentu saja hal ini tak kusia-siakan. Kusedot kuat agar aku dapat menelan cairan yang meleleh dari vaginanya. Ya…aroma vagina Tari lain dengan aroma vagina istriku. Meskipun keduanya tidak berbau amis, tapi ada sensasi tersendiri saat kuhirup aroma kewanitaan Tari.
“C’mon..Eddy…I can’t stand…ochhh…ahhhhhh…shhhh……c’mon honey….quick…quick….”
Aku paham, gerakan pantt Tari makin liar. Makin kencang. Kurasakan pula meqinya mulai berdenyut…..seentar lagi dia meledak, pikirku.

“Ting…tong…”bel rumahku berbunyi.
“Mas…..mas Eddy….”suara wanita didepan memanggil namaku.
Sontak kulepaskan jilatanku. Tari memandang wajahku dengan wajah pucat. Aku pun memandang wajahnya dengan jantung berdebar.
“Eddy..kok kyaka suara Meylan ya…”Tari bertanya
“Wah..mau ngapain dia kesini…..gawat dong…”ucapku ketakutan. “Udah Tar  kamu masuk kamarku dulu deh…cepetan…”

Segera Tari berjingkat masuk ke kamarku, mungkin sekalian membersihkan tubuhnya karena dikamarku ada kamar mandi. Aku tau ada sebersit ekspresi kecewa di wajahnya, karena Tari hampir meledakkan orgasmenya, yang terputus oleh kedatangan Meylan, sahabatnya sekaligus sahabat istriku.

Setelah kupakai kaos dan celana yang kuambil dari lemari dan cuci muka sedikit, aku menuju ke ruang tamu, membuka pintu.

“Halo, mas….’Pa kabar..?” sahut Meylan begitu melihatku membuka pintu.
“Baik, dik. Ayo masuk dulu. Tumben nih pagi-pagi, kayaknya ada yang penting?” tanyaku seraya mengajak Meylan  menuju ruang tengah.
Mataku sedikit terbelalak melihat pakaiannya. Bagaimana tidak?
Kaos ketat menempel dibadannya, dipadukan dengan celana spandex ketat berwarna putih. Aku melihat lipatan cameltoe di selangkangannya menandakan bahwa didaerah itu tidak ada bulu jembutnya, dan saat aku berjalan dibelakangnya, tak kulihat garis celana dalam mebayang di spandexnya.
Hmm…mana mungkin dia gak pake CD..mungkin pake G-string, pikirku.
Kami berdua segera menuju ruang tengah. Untung saja, film bokep yang aku setel udah selesai, jadi Meylan nggak sempat melihat film apa yang tengah aku setel.
“Ini lho mas, aku mau anter oleh-oleh. Kan kemarin aku baru dateng dari Jepang. Nah, ini aku bawain ….sedikit bawaan lah, buat kamu sama Indah. Itung-itung membagi kesenangan.”
“Wah…tengkyu banget lho…kamu baik banget”
“Ah, biasa aja lageee..hehehe”
Kami berdua sejenak ngobrol-ngobrol, karena memang sudah beberapa bulan Meylan nggak berkunjung ke rumahku. Meylan ini adalah salah satu sahabat istriku, selain Tari
.
Diam-diam, akupun juga terobsesi dapat menikmati tubuhnya. Ya, Meylan seorang wanita yang mungil. Tinggi badannya nggak lebih dari 155cm. Bandingkan dengan tinggiku yang 170. Warna kulitnya putih, tapi cenderung kemerahan. Hmm..aku sering berkhayal lagi ngent*tin Meylan, sambil aku gendong dan aku rajam memiawnya dengan tongkolku. Pasti dia merintih-rintih menikmati hujaman tongkolku…

“Hey…bengong aja…ngeliatin apa sih..” tegur Meylan.
“Eh…ah…anu…enggak. Cuma lagi mikir, kapan ya gw bisa jalan-jalan sama kamu…”
Eits..kok ngomongku ngelantur begini sih. Aduh…gawat deh…
“Alaaa..mikirin jalan-jalan apa lagi ngeliatin sesuatu?” Meylan melirikku dengan pandangan menyelidik.
Mati aku…berarti waktu aku ngeliatin bodynya, ketahuan dong kalo aku melototin selangkangannya. Wah….
“Ya udah, mas. Aku pamit dulu, abis Indah pergi. Lagian,dari tadi kamu ngeliatin melulu. Ngeri aku…ntar diperkosa sama kamu deh..hiyyy…” Meylan bergidik ambil tertawa.
Aku Cuma tersenyum.
“Ya udah, kalo kamu mau pamit. Aku gak bisa ngelarang.”
“Aku numpang pipis dulu ya.”Meylan menuju kamar mandi di sebelah kamarku.
“Iya.”

Tepat saat Meylan masuk kamar mandi, sambil berjingkat  Tari keluar dari kamarku.
Aku terkejut, dan segera menyuruhnya masuk lagi, karena takut ketahuan. Ternyata CD Tari ketinggalan di kursi yang tadi didudukinya waktu sedang aku jilat memiawnya. Astagaaa…untung Meylan nggak ngeliat…atu jangan-jangan dia udah liat, makanya sempat melontarkan pandangan menyelidik? Entahlah…
“Cepeeeett..ambil trus ke kamar lagi.”perintahku sambil berbisik.
Tari mengangguk, segera menyambar Cdnya dan…

“Ceklek….!”
Pintu kamar mandi terbuka, dan saat Meylan keluar, kulihat wajahnya terkejut melihat Tari berdiri terpaku dihadapannya sambil memegang celana dalamnya yang belum sempat dipakainya. Ditambah keadaan Tari yang hanya memaki kaos, tetapi dibawah tidak memakai celana jeansnya. Akupun terkejut, dan berdiri terpaku. Hatiku berdebar, tak tahu apa yang harus kuperbuat atau kuucapkan. Semuanya terjadi dalam waktu yang sangat singkat dan tak terelakkan. Kepalaku terasa pening.

“Tari…? Kamu lagi ngapain?” Meylan bertanya dengan wajah bingung campur kaget.
“Eh…anu…ini lho…”kudengar Tari gelagapan menjawab pertanyaan Meylan.
“Kok kamu megang celana dalem? Setengah telanjang lagi?” selidik Meylan. “Oo…aku tau…pasti kamu berdua lagi berbuat yaaa…?”
“Enggak Mey. Ngaco kamu, orang Tari lagi numpang dandan di kamarku kok.” Sergahku membela diri.
“Trus, kalo emang numpang dandan, ngapain dia diruangan ni, pake bawa celana dalem lagi.” Udah gitu telanjang juga..Hayo!!!” Meylan bertanya dengan galak.
“Sini liat.” Meylan menghampiri Tari dan cepat merebut celana dalam yang dipegang Tari, tanpa perlawanan dari Tari.
“Kok basah…?”Meylan mengerutkan keningnya. “Nhaaaaa..bener kan…hayooooo….kamu ngapain…?”
”udah deh, Mey…emang bener, aku lagi mau ML sama Tari. Belum sempet aku ent*t, sih. Baru aku jilat-jilat memiawnya, keburu kamu dateng.” Aku menyerah dan memilih menjelaskan apa yang barusan aku lakukan.
“Kamu tuh ya…udah punya istri masih doyan yang lain. Ini cewek juga sama aja, gatel ngeliat suami sahabatnya sendiri.” Meylan memaki kami berdua dengan wajah merah padam.
“Terserah kamu lah…kamu mau laporin aku sama Tari ke polisi…silakan. Mau laporin ke Indah…terserah….”ucapku pasrah.
“Hmm…kalo aku laporin ke Indah…kasian dia. Nanti dia kaget.Kalo ke polisi….ah…ngrepotin.” Meylan meninmbang-nimbang apa yang hendak dilakukannya.
“Gini aja mas. Aku gak laporin ke mana-mana. Tapi ada syaratnya.” Meylan memberikan tawarannya kepadaku.
“Apa syaratnya, Mey?”
“Nggak berat kok. Gampang banget dan mudah.”
“Iya, apaan syaratnya?”Tari ikut bertanya
“Terusin apa yang kamu berdua tadi lakuin. Aku duduk disini, nonton. Bagaimana?”
“WHAT?” aku dan Tari berteriak bebarengan. “Gila lu ya, masa mau nonton orang lagi ML?”
“Ya terserah kamu.Mau pilih mana…?”Meylan mencibir dengan senyum kemenangan.

Aku dan Tari saling berpandangan. Kuhampiri Tari kubelai tangan dan rambutnya. Tari seolah memahami dan menyetujui syarat yang diajukan Meylan.
Segera saja kulumat bibirnya yang ranum dan tanganku meremas pantatnya yang sekel. Tari segera membuka kaosnya.
Sambil terus berciuman dan meremas pantatnya, kubimbing Tari  menuju sofa. Kurebahkan ia disana, dan dengan cekatan dilepaskannya kaos dan celana ku sehingga aku sekarang telanjang bulat di hadapan Tari dan Meylan.
Aku melirik Meylan, yang duduk menyilangkan kakinya. Kulihat wajahnya menegang seperti tegangnya tongkolku. Aku tersenyum-senyum kearahnya, sambil memainkan dan mengocok-ngocok tongkolku, seolah hendak memamerkan kejantananku.
“Ayo, Eddy…cepetan deh…udah gak tahan, honey…”Tari merintih. “Biarin aja si Meylan…paling dia juga udah basah.”
“Enak aja kamu bilang.”sergah Meylan. “Udah buruan, aku pengen liat kayak apa sih kalian kalo ML.”

Aku menatap mata Tari yang mulai sayu dan tersenyum. Setelah melepas seluruh pakaiannya, sempurnalah ketelanjangbulatan kami berdua. Tak sabar, segera kusosor memiaw  Tari yang sangat becek oleh lendir birahinya.
“Achhhh….sshhhh….ooouufffffggg…Andreeeeewwwwww….”Tari menjerit dan mengerang menerima serangan lidahku. Pantatnya tersentak keatas, mengikuti irama permainan lidahku.
Hmmm…nikmat sekali. memiawnya berbau segar, tanda bahwa memiaw ini sangat terawat. Dan yang membutku girang adalah lendir memiawnya yang meleleh deras, seiring dengan makin kuatnya goyangan pinggulnya.
“Hmmmppppppff…Eddy…Eddy…sayaaaanngg.. akh…akh…akkkkkuu…”Tari terus merintih. Nafasnya tersengal-sengal, seolah ada sesuatu yang mendesaknya.
‘Akku……mmmhhhhh…ssshhh….”
“Keluarin sayang….keluarin yang banyak…..”aku berbisik sambil jari tengahku terus mengocok memiawnya, dan jempolku menggesek itilnya yang sudah sangat keras. Baik itil maupun memiaw Tari sudah benar-benar berwarna merah, sangat basah akibat lendirnya yang meleleh, hingga membasahi belahan pantat dan sofa.

Segera aktivitas tanganku kuganti dengan jilatan lidahku lagi. Hal ini membuatpaha Tari menegang, tangannya menjambak rambutku, sekaligus membenamkan kepalaku ditengah jepitan pahanya yang menegang. Aku merasakan memiawnya berdenyut, dan ada lelehan cairan hangat menerpa bibirku.
“ANDREEEEEEWWWWWWW…..AAAAACCCCHHHHHHHHH……”Tari menjerit keras sekali, menjepit kepalaku dengan pahanya, menekan kepalaku di selangkangannya dan berguncang hebat sekali.
Tak kusia-siakan lendir yang meleleh itu. Kusedot semuanya, kutelan semuanya. Ya, aku tidak mau membuang lendir kenikmatan Tari. Sedotanku pada memiawnya membuat guncangan Tari makin keras…dan akhirnya Tari terdiam seperti orang kejang. Tubuhnya kaku dan gemetaran.
“Oooohhhh…Eddy…aaachhh…..”Tari menceracau sambil gemetaran.
“Enn..en….Nik…mat…bangeth….sssse….dothan…sama jhiilatan kkk…kamu…”

Kulihat Tari tersenyum dengan wajah puas. Segera kuarahkan bibrku melumat putingnya yang keras dan kemerahan. Meskipun sudah melahirkan dan menyusui dua anak, payudara Tari sangat terawat, kencang. Dan putingnya masih berwwarna kemerahan. Siapa lelaki yang tahan melihat warna putting seperti itu, apalgi sekarang puting merah itu benar-benar masih keras dan mengacung meski pemiliknya barusan menggapai orgasme.
“Shhh…Dreeewwww…iihhhh…geli….” Lnda menggelinjang saat kuserbu putingnya. Aku tidak mempedulikan rintihannya. Kulumat putingnya dengan ganas sehingga badan Tari mulai mengejang lagi.
“Acchhh….Eddyyy….sayaaaannggg…”Tari merintih. “Terus sayang…iss…ssseeeppp…pen….til…kuhh…ooofffffhhhhhhhhh……”

Tanpa aba-aba, segera kusorongkan tongkolku yang memang sudah mengeras seperti kayu ke memiaw Tari. Blessss…….
“Ahhhhkkk…..mmmmppppfff…..ooooooggggghhhh….”pantat Tari tersentak kedepan, seiring dengan menancapnya tongkolku di mekinya. Kutekan tongkolku makin dalam dan kuhentikan sejenak disana. Terasa sekali memiaw Tari berkedut-kedut, walaupun tergolong super becek.
“Ayo, Eddy…..gocek tongkol kamuh….akk….kkuuuu….udah mau…keluarrrrr…laggiiiihhh…”Tari merintih memohon.

Segera kugocek tongkolku dengan ganas. “crep.crep…cplakkk….cplaakkkk…cplaakkkk….” suar gesekan tongkolku dengan memiaw Tari yang sudah basah kuyup nyaring terdengar. Tak lupa kulumat bibirnya yang ranum, dan tanganku menggerayang memilin menikmati payudara dan putingnya.
Sesaat kemudian kulihat mata Lnda terbalik, Cuma terlihat putihnya. Kakinya dilipat mengapit pinggul dan pantatku. Tangannya memeluk ubuhku erat.
“AN…DREEEWWWW…….OOOOGGGHHHH…>AAAKKKKKKKKKKKK….” Tari menjerit keras dan sekejap terdiam. Tubuhnya bergetar hebat. Terasa di tongkolku denyutan memiaw Tari…sangat kuat. Berdenyut-denyut, seolah hendak memijit dan memaksa spermaku untuk segera mengguyur menyiram memenya yang luar biasa becek.

Makin kuat kocokan tongkolku didalam memiaw Tari, makin kencang pula pelukannya. Nafas Tari tertahan, seolah tidka ingin kehilangan moment-moment indah menggapai puncak kenikmatan.
Karena denyutan memiaw Tari yang membuatku nikmat, ditambah rasa hangat karena uyuran lendir memiawnya, aku pun tak tahan. Ditambah ekspresi wajahnya yangmemandang wajahku dengan mata sayu namun tersirat kepuasan yang maat sangat.
“Ayo Eddy…keluarin pejuh kamu…keluarin dimemiawku….”Tari memohon.
“Kamu gak papa aku tumpahin pejuh di rahim kamu?”tanyaku sambil terengah-engah.
“No problem honey…aku safe kok….”sahut Tari. “C’mon honey..shot your sperm inside…c’mon honey….”

TAR……Tarrrriii…..Tarriiii….ARGGGGGGHHHHH…”aku merasakan pejuhku mendesak. Kupercepat kocokanku, dan Tari juga mengencangkan otot memiawnya, berharap agar aku cepet muncrat.
AAACCHHHHHHH………..” Jrrrrrooooooooootttt…..jrrrrooooooooottttt..jrrrroooooottttt…..tak kurang dari tujuh kali semprotan pejuhku. Banyak sekali pejuh yang kusemprotkan ke rahim Tari, sampai-sampai ia tersentak. Kubenamkan dalam-dalam tongkolku, hingga terasa kepalaku speerti memasuki liang kedua.Ah….ternyata tongkolku bisa menembus mulut rahimnya. Berarti pejuhku langsung menggempur rahimnya.
Ohhh…nDrreeeww…enak sayang….nikmat, sayaaannggg…offffffghhhh……” Tari merintih lagi. “Uggghhh…hangat sekali pejuh kamu, Eddy…” ucap Tari.
Setelah beristirahat sejenak dengan menancapkan tongkolku dalam-dalam, secara mendadak kucabu tongkolku.
“Plllookkkkk….”

Kupandangi memiaw Tari yang masih membengkak dan merah denganlubang menganga. Tari segera mengubah posisi duduknya dan…ceeerrrrrr……pejuhku meleleh. Segera saja jemari Tari meraih dan mengorek bibir memiawnya, menjaga agar pejuhku tidak tumpah kesofa. Akibatnya, telapak tangan Tari belepotan penuh dengan pejuhku yang telah bercampur lendir memiawnya. Dengan pejuh di telapak tangan kanannya, Tari menggunakan jari tangan kirinya,mengorek memiawny untuk membersihkan memiawnya dari sisa pejuhku.
“Brani kam telen lagi?” tantangku.
“Idih…syapa takut….”Tari balas menantangku. “Nih liat ya….”
Clep…dijilatnya telapak tangan yang penuh pejuhku…
“MMmmmm….slrrpppp….glek….aachhhh….” Tari nampak puas menikmati pejuh ditangannya.
“Hari ini kenyang sekali aku…sarapan pejuh kamu duakali..hihihihi…”Tari tertawa geli.
“Tuh…masih ada sisanya ditangan. Mbelum bersih.” Sahutku.
“Tenang, Eddy..sisanya buat…ini.” Sambil berkata begitu, Tari mengambil sebagian pejuhku dan mengusapkannya diwajahnya.
“Bagus lho buat wajah…biar tetep mulus…”sahut Tari sambil mengerling genit.
“Astagaaaa….kamu tuh, Tar…diem-diem ternyata…”kataku terkejut.
“Kenapa…? Kaget ya?”
“Diem-diem, muka alim..tapi kalo urusan birahi liar juga ya..”
“Ya iyalaaahhh..hare gene, Eddy…orang enak kok ditolak.”
”Tau gitu tadi aku semprot di muka kamu aja ya..” sesalku
“Iya juga sih..sebenernya aku pengen kamu semprot. Cuman aku dah gak bisa ngomong lagi…nahan enak sih..lagian aku pengen ngerasain semprotan pejuh kamu di memiawku.” Tari tersenyum
“Eh, Eddy…ssstttt…coba liat tuh…jailin yuk…..”ajak Tari

Ya ampuuunnnn…aku lupa bahwa aktivitasku tengah diamat Meylan. Segera kulirik Meylan, yang ternyata tanpa kami sadari tengah beraktivitas sendiri. Tangannya menggosok-nggosok sapndexnya, yang mulai membasah. Kulihat lekukan cameltoenya makinbesar, lebih besar dari yang kulihat diruang tamu. Pertanda bahwa Meylan juga telah dilanda birahi.

Tari mencolek tanganku, rupanya ia ingin mengerjai Meylan. Aku setuju. Sambil berjingkat, aku dan Tari menghampiri Meylan. Segera tangan Tari yang masih ada sisa pejuhku dioleskan kemuka dan bibir Meylan.
“MMppphhhh…..fffggghhh…..” Meylan sontak terkejut dan menghentikan aktivitasnya. “apaan nih…kok kayak bau pejuh…?”
“Udahlah Mey….aku tau kamu juga ikutan horny, ngeliat aku dient*t sama mas Eddy. ” Tari tersenyum-senyum genit.
“AH…aku…eeehh….anuu….” Meylan gelagapan kehabisan kata-kata.
“Mey…gkalo kamu juga horny, gak papa kok…aku masih kuat.” Tantangku. “Tuh, kamu liat. Kon tolku masih bisa bangun.”
Ya, walaupun sudah menyemprotkan amunisinya dua kali permainan, kon tolku mash berdiri walaupun tak sekeras waktu ngent*tin Tari. Malahan sekarang kon tolku berdenyut dan mengangguk-angguk, seolah menyetujui usulku dan Tari.
“Tuhhh, Mey. Kon tolku manggutmanggut.”sahutku.
“Tapi nanti kalo Indah pulang gimana?” tanya Meylan.
“Don’t worry, honey. Kalo memang kepergok, nanti aku bantu jelasin ke Indah.” Hibur Tari. “Soalnya, dulu-dulu aku pernah becandain Indah, gimana kalo sekali-sekali aku minjem tongkol suaminya.”
“Trus, Indah bilang apa?” Meylan penasaran.
“Mmmm.dia sih gak bilang iya tapi juga gak bilang enggak.”jawab Tari. “Dia cuman ngomong, ya kalo kamu gak malu sama Eddy, terserah kamu. Tapi kalo Eddy ketagihan, resiko tanggung sendiri lho. Gitu kata Indah.”
“Oooo…..” Meylan terlongong mendengar penjelasan Tari. Aku pun terperangah. Jadi……ternyata…..???? jangan-jangan mereka berdua memang sengaja kesini…atas suruhan Indah….

Gak pake lama segera kulumat bibir Meylan yang mungil.
“Mmmpphhh…mmppfff……..aaahhhh…”Meylan mendesah….”Eddyyy…puasin aku sayang……guyur aku dengan pejuhmu kayak Tari tadi….oooccchhhhh…..”
Aku terus melumat bibirnya..lehernya yang jenjang dan mulus…kujilat pula telinganya yang membuat Meylan merinding dan tersengal-sengal. Ternyata salah satu titik rangsangannya adala telinga.
Tari membantu melepaskan spandex Meylan. Dan…oouuuwww…pantesan di selangkangan Meylan terlihat seperti terbelah. Rupanya dia memakai G-String yang segitiganya hanya mampu menutupi itilnya. Selebihnya…terlihat bibir me meknya sudah membengkak kemerahan dan basah kuyup oleh lendirnya. Kulihat me mek Meylan sama dengan Tari…bersih dari bulu jembut, sehingga ha ini membuat kon tolku langsung tegak mengeras lagi.
Tari turut membantu Meylan melepaskan G-String, kaos dan Bhnya. Seolah Tari tak ingin Meylan direpotkan oleh aktivitas lain yang mengurangi kenikmatan bercinta.
“Ohhh…nDreeww,,,,sssshhhhh….hhhaaaaaarrrggghhh….mmmppphhhhh…..”Meylan merintih-rintih sambil mennggelengkan kepalanya saat bibirku turun ke putingnya. Payudara Meylan lebih kecil dari Tari  mungkin hanya 34B, dibandingkan milik Tari yang 36C. Putingnya berwarna coklat muda, tegak keras mengacung, seolah menantangku untuk segera melahapnya.
Dan…hap….kusedot putting kiri, sementara tangan kananku meremas payudara sebelah kanan dan memilin putingnya.
“Auuuccchhhh..Anddreewwww…ampunnnn…amppuuuuuunnnnn…..”Meylan berteriak menahan nikmat saat jari tangan kiriku menyusuri memiawnya. Kumasukkan jari tengahku sambil jempolku menggosok itil Meylan yang sangat keras.
“Mey…kon tol Eddy diusap dong…biar cepet keras…” ujar Tari. Segera tanpa diperintah dua kali, Meylan segera meraih kon tolku, mengusap dan mengocok bergantian.
“Uffff…Meylan sayaaanng…akhirnya kon tolku kena kamu yaaa…”aku merintih menahan nikmat. Ternyata Meylan sangat terampil dalam urusan kocok mengocok, sehingga tak perlu waktu lama kon tolku sudah sekeras kayu lagi, mengkilat kemerahan.
Tak sabar segera kubalikkan tubuh Meylan, sehingga posisinya sekarang nungging didepanku. Lututnya bertumpu pada sofa panjang, sehingga punggungnya meliuk, menambah sexy posisinya saat itu. Dengan pantat membulat, tampak bibir me mek Meylan merekah merah dan berkilat licin oleh cairan birahinya. Tak tahan, kuserbu me mek Meylan, kujilat itilnya dan kukorek liangnya dengan jari-jariku.
“Arggghhh…Eddy….oohhhh….nik..mat…sss…sseekkk..kali……say….yaannnghhh….”Meylan menjerit sambil tersengal. Napasnya memburu.
“Akk..kku…hammm..ppir sampai, honey…”Meylan terus merintih.Ah…ternyata Meylan tak sanggupbertahan lebih lama lagi. Terasa sekali dibibirku, suhu me mek Meylan makin panas, dan lendir cintanya bertambah banyak mengalir.
Segera saja kuarahkan batang kon tolku yang menunggu giliran, merojok me mek Meylan.
“Ugghhhh……aaacccgghhhhhh…Andreeeewwww………”pantat Meylan tersentak menerima hunjaman kon tolku yang begitu tiba-tiba.Nikmat sekali me mek Meylan. Meskipun sama-sama becek dan mampu berdenyut, aku merasakan sensasi lain dibandingkan me mek Tari.
Makin lama makin terasa me mek Meylan berdenyut-denyut. Tak ada suara yang keluar dari bibir Meylan, kecuali erangan dan rintihan. Kurasakan otot disekitar pantat dan selangkangannya mengejang dan tiba-tia Meylan menekan pantatku sambil melolong….
“OOOOUUUWWWWWW….ANDREEEEEEEWWWW…..UUUUUUUFFFFGGGGHHHHHH…..”
Nafas Meylan tertahan, dan kupercepat hunjaman kon tolku, seolah menyerbu me mek Meylan bertubi-tubi. Ahh…..betapa hangat lendir birahi yang mengalir, bahkan sampai meleleh membasahi pahaku dan paha Meylan.
Meylan tetap menggoyang-goyangkan pantatnya, sehingga membuatku makin bernafsu menggocek kon tolku dalam me meknya yang becek namun sempit.
“C’mon honey…shot your sperm inside my mouth….,”Meylan menoleh dan menatapku dengan mata sayu seolah memohon agar kusemprotkan spermaku dimulutnya.
“Ohhhhh….aaaawwwgghhh….Meylannnn…me mek kamu kok ennnnaaakk bangethhh sssssiiiccchhh….,”aku menceracau sambil terus memajumundurkan pantatku. “Ngeliat pantat kamu yang bulet ..dddaannn…putih…eeegghhhh….bikinnhh….aakkk…..kkkuuuu….pengennnnhhhh
….ngecreettthhh…….aaarrrrggghhh….Meyyyylannnn……,”aku berteriak keras sambil mencabut tongkolku. Serta merta Meylan meraih kon tolku, mengocoknya sambil mengisap kepala dan batangnya.
“C’mon…ayo Eddy…keluarin pejuhmu…..”
“Aku pengen ngerasain pejuh kamu….”
Tari pun tak tinggal diam. Ia berbaring telentang dibawahku dan menjilat perineumku, seolah tau bahwa itu adalah daerah “mati”ku. Ya, aku paling gak tahan kalo perineumku dijilat.
AAAARRRGGGHHHH….Tarrriiiii….gila kamu….aaarrrghhhh…..nnnniiikk…mathhh..bangetttt…..”
“Aku gak tahan, Meylannn…Tariii….sayangku cintaku…..”
Dan…..crrroooooottt….crroooootttt…..
“Haeeppphh…eeelllppphhhhh….hhhmmmppphhhhh…..”suara dari mulut Meylan. Tampak dia gelagapan menerima semburan spermaku, tak kurang dari 5semburan kencang dan banyak…

“Aaaahhh…..ooouuffhh….auuww…ooouuww…udah Mey…udah…udah…jangan diisep teruss…gelllliiii…..”aku meringis kegelian karena Meylan tetep mengisap tongkolku, seolah tak rela kalo pejuhku tak keluar tuntas. Seolah ingin menikmati pejuhku hingga tetes terakhir.

“Hmmm…udah puas kamu Mey?” tanya Tari sambil bibirnya mengecap-ngecap pejuhku yang menetes ke mukanya.
“Ahh…gila juga si Eddy ya…”sahut Meylan. “memiawku rasanya penuh banget. Mana kon tol dia panjang lagi. Berasa mentok di rahimku kayaknya.”
“Liang kamu gak dalem sih Mey,” timpalku. “Tapi asyik kok rasanya. Ternyata memiaw kalian sama2 gak dalem ya…”
“Thanks banget ya buat kamu berdua, udah mau bantuin aku,”ucapku.
“No problem, dear Eddy,” sahut Meylan dan Tari hampir bersamaan.
“Gimanapun, kamu kan suami sahabatku, boleh dong kalo saling bantu…”sahut Meylan.
Kami pun bercanda sejenak sekedar melepaskan lelah. Dan sambil masih tetap bertelanjang, kupersilakan Meylan dan Tari ke ruang makan untuk sekedar minum minuman segar. Kulirik, jam menunjukkan waktu pukul 11.37 siang, pertanda tak lama lagi istriku dan anak-anak akan segera datang. Mereka berdua pun segera membersihkan diri dari sisa-sisa lendir dan sperma yang membasahi me mek maupun wajah mereka.

“Ok Eddy…aku pamit dulu ya…,”Meylan pamit sambil mengecup bibirku. “Daaa, sayang…”
“Mmmuuaachh…,”Tari memagut bibirku lama, seolah tak mau kehilangan momen yang sangat dahsyat. “Bye, Eddy…,”Tari juga berpamitan. “Salam buat Indah ya…tapi jangan bilang lho, kalo kamu habis bagi-bagi pejuh…xixixi..”  dan Tari cekikikan sambil berjalan keluar.
“Ok, hon…don’t worry…thanks ya…”sahutku sambil melambaikan tangan dan mengantar mereka ke pagar.

Ah, betapa bahagianya aku, ternyata dua sahabat istriku tak keberatan olah sex denganku, yang selama ini hanya khayalanku, kini telah menjadi kenyataan.
Thanks buat Meylan dan Tari…kuharap kalian gak bosen, karena akupun tak akan pernah bosan menikmati tubuhmu….

THE END
Share this article :
 

Post a Comment

JINPOKER.COM