WWW.JINPOKER.COM, - AGEN POKER dan DOMINO ONLINE TERPERCAYA
Cerita yang saat ini akan kami hadirkan untuk anda adalah tentang cerita seks yang mengisahkan pengalaman sex tentang desakan sex sepupu padaku yang akhirnya terjadilah cerita seks sedarah. Yuk kita simak aja langsung gimana sih cerita seks yang satu ini. Wah tiba-tiba aku kaget dan berkata’“Loh.., itu apa di celanamu Rudi, kok nonjol begitu..” Mendengar itu Rudi merah padam mukanya, lalu ia berdiri ingin lari menghindar dari saya, tapi segera kutarik tangannya untuk duduk, dan tanganku yang satu menggerayangi celananya memegangi dan meraba benjolan tersebut.
“Jangan kak Bunga, Rudi malu..”, katanya. Dasar saya yang nakal, saya pelototin matanya, Rudi langsung diam, dan tanganku leluasa memegang barang tersebut.Wah hot banget kan cuplikan cerita diatas pengen tau lanjutannya ikuti kisah berikut pasti pada tegang kontholnya.
Pemilu 7 Juni 2004, yang baru saja lewat bagi sebagian orang kesannya penuh nuansa politis. Tetapi bagi saya, kesan sangat jauh berbeda, bahkan tidak akan pernah terbayangkan akan bermakna demikian dalam bagi saya pribadi. Kesan yang penuh sensualitas dan menggairahkan.
Saat itu, 7 Juni, rumah saya sedang sepi. Maklum pemilu, padahal biasanya ramai sekali. Satu rumah dihuni tujuh orang, ayah, ibu, kakak laki-laki saya yang masih kuliah, saya sendiri SMA kelas tiga, baru saja selesai Ebtanas dan lulus. Kemudian adik perempuan saya kelas lima SD, lalu sepupu laki-laki saya kelas dua SMP dan pembantu satu orang. Oh iya, panggil saja saya Bunga, asli Tolaki.
Jadi pada saat pemilu rumah yang berada di kawasan Perumahan Pemda Kampung Kemah Raya, Kendari jadi sepi sekali. Ayah ke Kolaka, mengurus pemilu di sana, kebetulan juga beliau caleg untuk daerah tersebut. Kakak saya jadi pengawas pemilu untuk UNFREL Kendari, ibu saya jadi panitia pemilu lokal kawasan Kemah Raya. Pembantu dan adik, disuruh bantuin ibu mengurus konsumsi. Praktis yang jaga rumah, saya dengan sepupu saya yang bernama, Rudi. Saya belum ikut memilih, belum cukup umur, baru 16 tahun lebih dua bulan. Saya dengan Rudi sangat akrab, habisnya dia ikut dengan keluarga saya sejak masih kelas satu SD, dan selalu menjadi teman main saya.
Senin itu, 7 Juni 2004, badan saya pegal sekali, selesai ngepel dan membersihkan rumah. Dan seperti biasa saya kepingin dipijitin. Biasanya sih oleh ibu, dan Rudi juga, habis dari kecil saya sudah biasa menyuruh dia. Karena agak pegal, saya panggil saja Rudi untuk mijitin, Rudi nurut saja. Saya langsung berbaring telungkup di karpet depan TV, dan Rudi mulai memijit tubuhku. Asyik juga dipijit oleh Rudi, tangannya keras sekali, punggungku jadi fresh lagi.
“Duh, Rudi…, mijitnya yang lurus dong, jangan miring kiri miring kanan..”, kataku.
“Abis, posisinya nggak bagus kak”, jawabnya.
“Kamu dudukin aja paha Kak Bunga, seperti biasa…”.
“Tapi…, kak..”.
“Alah.., nggak usah tapi…, biasanya kan juga begitu…, ayo..”, Saya tarik tangan Rudi memaksanya untuk duduk di pahaku, seperti kalau dia memijit saya pada waktu-waktu kemarin.
Rudi akhirnya mau, duduk dan menjadikan kedua pahaku dekat pantat sebagai bangkunya, dan mulai lagi ia memijit sekujur punggungku. Tapi, pijitan agak lain, makin lama makin saya rasakan tangannya agak gemetaran dan nafasnya agak ngos-ngosan.
“Kamu kenapa Rudi, capek atau sakit..?”, tanyaku.
“Tidak, tidak apa-apa kak”, jawabnya. Akan tetapi duduknya mulai tidak karuan, geser kiri dan kanan, sementara pantatnya seperti tidak mau dirapatkan di pahaku, agak terangkat.
Akhirnya, saya menyuruhnya pindah, dan saya bangun, lalu duduk mendekati, biasa bermaksud menggoda.
“Ayo.., kamu kenapa, ini pantatmu, selalu diangkat.., tidak biasanya”, sambil tanganku bermaksud mencubit pantatnya.
“Tidak, tidak apa-apa kak..”, jawabnya sambil menghindari cubitanku, malah tanganku tersenggol celana
bagian selangkangannya yang seperti agak tertarik kain celananya dan agak menonjol, melihat itu timbul rasa isengku, karena memang saya dan Rudi kalau main seperti anak-anak yang masih TK, asal ngawur saja.
“Loh.., itu apa di celanamu Rudi, kok nonjol begitu..” Mendengar itu Rudi merah padam mukanya, lalu ia berdiri ingin lari menghindar dari saya, tapi segera kutarik tangannya untuk duduk, dan tanganku yang satu menggerayangi celananya memegangi dan meraba benjolan tersebut.
“Jangan kak Bunga, Rudi malu..”, katanya. Dasar saya yang nakal, saya pelototin matanya, Rudi langsung diam, dan tanganku leluasa memegang barang tersebut.
Penasaran, saya buka resliting celananya dan menarik keluar barangnya yang mengeras tersebut, dan astaga, ternyata penis Rudi sudah menegang. Baru kali ini saya melihat penis milik orang yang bukan anak-anak dan sudah disunat yang tegang dan keras serta panjang seperti itu. Sementara Rudi diam saja, kepalanya hanya menunduk, mungkin malu atau bagaimana saya tidak tahu.
Saya acuh saja, perlahan-lahan, kuelus-elus penis Rudi, semakin mengeras penisnya hingga urat-uratnya seperti mau keluar. Kudengar Rudi mendesah tertahan. Lalu kuurut-urut sambil kupijit kepala penisnya yang merah itu, Rudi makin mendesah, “Ah.., ah..”
Kugenggam erat penis Rudi dan kukocok-kocok dengan perlahan, semakin lama semakin kencang. Badan Rudi ikut menegang, sambil kepalanya terangkat ke atas menatap langit, mulutnya terbuka, dia mulai agak mengerang, “Achh..”.
Semakin kencang penis Rudi kukocok, semakin menggeliat badan Rudi membuat saya tersenyum geli melihatnya. Sampai erangan Rudi makin mengeras, “Ach.., achh..”. Dan badannya makin menggeliat, hingga mungkin tidak tahan…, ia lalu memelukku erat. Mulanya saya kaget akan reaksinya, tapi saya biarkan saja, karena keasyikan mengocok penis Rudi. Rupanya Rudi sudah semakin menggeliat, hingga tangannya entah sadar atau tidak ikut menggeliat juga, meraba badanku dan payudaraku.
“He Rudi…, kenapa..” tegurku, sambil tetap mengocok penis Rudi, “Achh…, achh..” Hanya itu yang Rudi bilang, sementara tangannya meremas-remas payudaraku, dan remasannya yang kuat membuatku merasakan sesuatu yang lain, hingga saya biarkan saja Rudi meremas payudaraku, dan Rudi lalu menyingkap baju kaos yang kupakai, hingga kelihatan BH-ku dan meremas payudaraku lagi hingga keluar dari BH-ku.
“Acchh…, accchh” erang Rudi, saya mulai merasakan kenikmatan tersendiri pada saat payudaraku tidak terbungkus BH diremas oleh tangan Rudi dengan kuat, sedangkan penisnya tetap saja kukocok-kocok. Dan entah naluri apa yang ada pada Rudi, hingga dia nekat menyosor payudaraku dan mengisap putingnya seperti anak bayi yang sedang menyusu.
“Aduh…, Rudi…, aduhh” Hanya itu yang mampu kuucapkan, payudaraku mulai mengeras, keduanya diisap secara bergantian oleh Rudi.
Saya juga mulai menggeliat, kutarik kepala Rudi dari payudaraku, lalu kudekatkan ke wajahku, kucium bibirnya dengan nafsu yang muncul secara tiba-tiba, Rudi balas mencium, bibir kami berdua saling memagut, lidah bertemu lidah saling mengadu dan menjilati satu sama lain.
Tangan Rudi menggerayangi badanku, melepaskan baju dan BH-ku, hingga aku bugil sebatas dada. Kulepaskan juga baju yang dipakai Rudi, dan kupelorotkan celananya, hingga Rudi bugil tanpa sehelai benangpun, dan kembali kukocok penisnya, sedangkan Rudi kembali menyosor payudaraku yang sudah keras membukit.
Perlahan tangan Rudi menelusuri rokku lalu menyelusup masuk ke dalam rokku, “Acchh…, Accchh”, Saya dan Rudi terus mengerang dan menggelinjang. Tangan Rudi menyelusup ke dalam CD-ku, lalu mengusap-ngusap vaginaku.
“Aduuuhh…, Rudi..” erangku, sementara jarinya mulai ia masukkan ke dalam vaginaku yang mulai kurasakan basah, dan Rudi mempermainkan jarinya di dalam vaginaku.
“Accchh…, aduuuhh…, acccchh..”. Tak tahan lagi, Rudi menarik lepas rok dan celana dalamku, hingga akhirnya saya kini telanjang bulat. Kemudian Rudi mencium bibirku dan saya tetap mengocok penisnya, sedangkan jarinya bermain dalam vaginaku.
“Accchh..” Hanya erangan tertahan karena tersumbat bibir Rudi yang keluar dari mulutku. Kemudian Rudi berhenti menciumku, lalu ia mengambil posisi menindih badanku, saya membiarkan saja apa yang akan Rudi lakukan, karena kenikmatan itu sudah mulai terasa mengaliri pembuluh darahku. Dan, tiba-tiba saya rasakan sakit yang teramat sangat di selangkanganku.
“aaccccchh, Rudi.., apa yang kau lakukan..”, tanyaku. Tapi terlambat, rupanya Rudi sudah memasukkan batang penisnya ke dalam vaginaku, dan seperti tidak mendengarkan pertanyaanku, Rudi mulai mengoyang batang penisnya naik turun dalam vaginaku yang semakin berlendir dan mulai terasa basah oleh aliran darah perawanku yang mengalir membasahi vaginaku.
“Accchh…, Rudi…, aduuhh Rudi..”, erangku.
Badanku semakin menggelinjang, kujepit badan Rudi dengan kedua kakiku sementara tanganku memeluk erat dan menggoreskan kukuku di punggung Rudi. Semakin kencang goyangan penis Rudi dan semakin keras pula erangan kami berdua.
“Accch…, aduhh..” Hingga akhirnya kurasakan sesuatu yang sangat nikmat yang terdorong dari dalam…, dan erangan panjang saya dan Rudi, “aahh”. Bersamaan semprotan mani Rudi dalam vaginaku dan semburan maniku yang menciptakan kenikmatan yang tak pernah kurasakan dan kubayangkan sebelumnya.
Rudi menarik keluar penisnya, lalu berbaring di sampingku. Kami berdua saling bertatapan, seperti ada penyesalan tentang apa yang telah terjadi, akan tetapi rupanya nafsu kami berdua lebih kuat lagi. Kuraih kembali dan kudekatkan wajahku ke wajah Rudi, kami lalu berciuman lagi dan saling melumat, kemudian kupegang erat penis Rudi, sehingga kembali menegang dan kembali lagi kami melakukan hubungan badan tersebut hingga beberapa kali.
Hingga hari ini saya dan Rudi, bila ada kesempatan masih mencuri waktu dan tempat untuk melakukan hubungan badan, karena mengejar kenikmatan yang tiada taranya, kadang di kamarku, di kamar Rudi, ataupun di dalam kamar mandi.
Post a Comment